Monday, August 16, 2010

release SIDANG PARIPURNA JALANAN BEM UI

Siaran Pers (16 Agustus 2010)

“Sidang Paripurna Jalanan”
dari Mahasiswa untuk Indonesia
(16 Agustus 2010, Depan Pagar Gedung DPR RI, saat pembacaan Nota Keuangan oleh Presiden RI)

“the efficiency contributions of the market mechanism can hardly be doubted ... but these efficiency results do not, on their own, guarantees distributional equity” (Sen 1999, hal 143)

Pertumbuhan ekonomi yang selama ini diagung-agungkan pemerintah menyisakan banyak masalah dibelakangnya, tren kenaikan pertumbuhan selama ini dijadikan alibi dan justifikasi keberhasilan pemerintah dalam menghadapi masalah ekonomi, padahal realitas dilapangan serta data statistik berbicara lain, pertumbuhan ekonomi selama ini hanya menjadi fatamorgana yang memberikan ilusi terhadap oase kesejahteraan ekonomi yang tidak kunjung ada, masyarakat miskin semakin teralineasi karena tidak mendapatkan dampak yang signifikan dari pertumbuhan ekonomi, mereka hanya mendapatkan rimah-rimah kue ekonomi, sedangkan kelas ekonomi menengah keatas mendapatkan porsi terbesarnya.

Dalam terminologi ekonomi hal ini bisa diartikan sebagai ketimpangan antara proses akumulasi dengan proses distribusi (Chenery & Syrquin,1975) baik itu ketimpangan distribusi antar kelompok masyarakat ataupun antar daerah.
Mari biarkan statistik berbicara, di segi Akumulasi, pada tahun 1971 PDB Indonesia hanya Rp 3,8 Trilyun dengan pendapatan per kapita sebesar Rp.32 ribu sedangkan pada tahun 2009 PDB Indonesia sudah mencapai 5600 Trilyun dengan pendapatan per kapita sebesar Rp.24,3 Juta. Capaian tersebut merupakan sumbangsih utama dari pertumbuhan ekonomi yang berlangsung selama hampir 3 dekade, pada 1970-1977 ekonomi kita tumbuh sebesar 6,8%/tahun, dan pada 1999-2009 pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 4,7%/tahun.

Di segi distribusi, rasio gini sebagai indikator ketimpangan sejak 1960an -2007 berada disekitar 0,31-0,36, hal ini tergolong angka yang moderat. Namun bila melihat indikator lain yaitu proporsi pengeluaran kelompok rumah tangga, ternyata kelompok masyarakat dengan 20% pengeluaran tertinggi berkisar antara 40-42% dari keseluruhan rumah tangga di Indonesia, sementara kelompok masyarakat dengan 40% pengeluaran terendah tetap ada di kisaran 20% dari keseluruhan rumah tangga Indonesia. Disamping itu ketimpangan antar daerah juga menjadi masalah, data di tahun 2008 menunjukkan provinsi-provinsi di Jawa menguasai 60% PDB, Sumatra 20%, sedangkan daerah-daerah lain hanya menyumbangkan 20% sisanya, desentralisasi yang selama ini dijadikan ujung tombak pemerataan ternyata belum banyak mengubah proporsi PDB antar daerah di Indonesia (Nazara,2010)

Ketimpangan antar daerah dan kelompok ekonomi adalah masalah struktural di perekonomian Indonesia, ketimpangan ini merupakan sebuah kekhilafan kultural yang sudah terjadi selama 3 dekade lebih, perlu langkah strategis untuk memperbaiki proses distribusi sehingga tercipta pemerataan. Proses distribusi ini bersinggungan erat dengan alokasi anggaran. Oleh karena itu kami menuntut di :

Bidang Pertanian
1.Peningkatan produksi pangan yang masih rendah.
2.Peningkatan Upah Buruh Tani dan Nilai Tukar Petani
3.Peningkatan Subsidi sektor pertanian (pupuk dan benih)
4.Peningkatan anggaran bagi sektor pertanian.
5.Memperluas akses pertanian terhadap permodalan.
6.Adanya Pengaturan yang jelas tentang Kepemilikan Tanah, jangan sampai merugikan masyarakat (petani kecil).

Bidang Pendidikan
1.Anggaran 20% diluar belanja pegawai.

Bidang Kesehatan
1.Perubahan orientasi anggaran dari berparadigma kuratif dan rehabilitative menjadi preventif dan promotif
2.Tingkatkan anggaran kesehatan sesuai dengan amanah UU no 36 tahun 2009
3.Jaminan kesehatan bagi rakyat miskin
4.Berikan perhatian proporsional terhadap daerah dan pusat dalam hal pemerataan
anggaran kesehatan
5.Tingkatkan kualitas SDM dan fasilitas kesehatan secara merata di pusat dan daerah

Bidang Hutang
1.Mengalokasikan hutang untuk pembangunan yang dapat menciptakan daya ungkit ekonomi (hutang produktif)
2.Melakukan seleksi terhadap utang-utang yang memiliki agenda tersembunyi

Bidang Energi
1.Merevisi berbagai kontrak karya yang tidak menguntungkan bagi Negara
2.Mengoptimalkan sumber daya energy terbarukan

Dan BEM UI mengangkat isu APBN untuk dikawal dan diadvokasi, kami menyadari proses penjagaan anggaran ini ini merupakan representasi advokasi kebijakan selama 1 tahun kedepan, karena semua kebijakan bermula dari proses pengalokasian anggaran, dan proses itu bernama APBN
Hidup Mahasiswa..
Hidup Rakyat Indonesia!!

Humas BEM UI:
Ilham Dwi (085697226883)

No comments:

Post a Comment